BAB II
SEJARAH PEMIKIRAN DAN PENDEKATAN PENELITIAN
Pada dasarnya manusia hidup
tidak lepas dari berbagai persoalan, padahal ditun-tut bagaimana memecahkan
persoala-persoalan yang dialami, dan yang mendekati suatu kebenaran. Apalagi
pendidik yang kedudukannya sebagai pengambil kepu-tusan, yang dihadapkan dengan
cara bagaimana mengambil keputusan tentang merencanakan pengajaran, membimbing,
mengelola, mengkoordinasikan, mengorga-nisasi serta mengevaluasi dan lain-lain.
Sulit tidaknya
pemecahan suatu masalah sangat tergantung daripada pengeta-huan tentang cara
untuk memecahkan suatu masalah dan tersedianya fakta-fakta yang berhubungan
dengan masalah tersebut. Ada beberapa cara untuk memecahkan suatu masalah,
yaitu sebagai suatu sumber pengetahuan/kebenaran, yang menggu-nakan cara atau
proses berfikir serta pendekatan.
Permasalahan yang
dialamai seseorang seperti tersebut di atas, tidak mungkin didiamkan, apalagi
yang menyangkut tugas-tugas atau profesi, menyangkut suatu institusi sosial
ataupun ekonomi dan terlebih berkaitan dengan pengembangan suatu ilmu
pengetahuan. Pengembangan ilmu pengetahuan perlu ditingkatkan, karena
bagaimanapun pengetahuan merupakan wacana atau cakrawala yang membuka tabiat
alam semesta sebagai karunia dari Tuhan yang Maha Kuasa.
Dengan ilmu pengetahuan orang bisa naik sepeda
motor, naik pesawat terbang, kesehatan terjamin, kualitas hidup lebih baik dan
lain-lain. Karena itu pula ilmu pengetahuan dari jaman dulu sampai sekarang
terus diperbaiki dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman.
Pengetahuan yang
merupakan kumpulan daripada pengalaman-pengalaman seseorang dan dari hasil
pengamatan sejumlah orang, yang kemudian disatukan, dipadukan secara harmonis
dalam suatu bangunan yang teratur dan sistematis. Hal ini terbentuk dari suatu
himpunan pengertian yang saling berkaitan dan menyajikan pandangan-pandangan
yang sistematis tentang suatu gejala-gejala, fenomena- fenomena,
variabel-variabel dengan jalan menetapkan hubungan yang ada diantara
variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskn serta meramalkan atau
mempre-diksi fenomena-fenomena tersebut, yang untuk selanjutnya disebut teori.
Pemikiran tentang
penelitian ini timbul seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu dari
masalah atau persoalan. Dan permasalahan ini yang dijadikan sebagai inti dasar
daripada pelaksanaan suatu penyelidikan. Karena bagaimanapun luas atau
sempitnya suatu permasalahan perlu adanya suatu pemecahan. Begitu juga cara
atau pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan itu dari jaman dulu
hingga sekarang selalu berubah, dan lain orang lain pula cara yang digunakan.
Orang primitif dalam memecahkan masalah lebih bersifat abstrak dan spiritual,
dibanding dengan orang yang modern yang lebih aktual dengan menggunakan
kerangka pemikiran dan logika berpikir yang bisa dipertanggungjawabkan dengan
akal sehat.
Berbicara tentang
pendekatan tentang cara-cara yang digunakan dalam peme-cahan suatu permasalahan
atau yang berkaitan dengan pengujian suatu kebenaran, yang dalam sejarahnya
terdiri dari:
A. Pengalaman dan Penemuan Secara Kebetulan
Orang bijak
berkata, pengalaman adalah guru yang
terbaik. Pada jaman dulu bahkan pada era modern sekarang ini, suatu
permasalahan, pemecahannya masih menggunakan pendekatan ini. Karena memang
pengetahuan sendiri merupakan suatu
kumpulan dari pada pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis. Namun
dimaksudkan dalam pendekatan ini adalah bahwa suatu permasalahan, pemecahannya
itu bisa diperoleh jawaban dari seseorang yang memilki suatu pengalaman
pemecahan dari suatu permasalahan yang sama. Artinya, misalnya saja kalau ingin
mencari jawaban akan suatu persoalan lebih baik ditanyakan pada orang yang
memiliki pengalaman yang lebih lama diban-ding dari yang belum pernah
mengalaminya.
Sedangkan penemuan secara
kebetulan merupakan salah satu cara juga, akan tetapi bukan berarti tidak ada
manfaatnya atau faedahnya. Penemuan-penemuan dalam hal ini semua diilhami
secara kebetulan, untuk itu tidak bisa dikategorikan termasuk proses berpikir,
akan tetapi selalu berada didalam keadaan yang tidak pasti. datanya tidak dapat
diprediksi atau diperhitungkan secara berencana dan dengan sistematis. Penemuan
ini mendasarkan diri pada sesuatu yang kebetulan, yang terlalu bersifat
langsung, bersifat menanti dan pasip tanpa ada unsur kesengajaan. Oleh karena
itu maka cara ini mengurangi sekali kadar efisiensi kerja. Lagi pula sesuatu
yang terjadi secara kebetulan itu tidaklah selalu mendapatkan sesuatu gambaran
tentang kebenaran.
B. Otoritas / wewenang / tradisi
Hal ini berkaitan
dengan otoritas dari atau yang dimiliki oleh seseorang. Entah itu sebagai tokoh
agama, tokoh masyarakat, perangkat pemerintahan atapun bahkan seseorang yang
berprofesi guru. Sebagai contoh saja, kebanyakan dari pada masyarakat desa
kalau memiliki suatu persoalan pemecahannya dimin-takan kepada kepala dusun
atau kepala desa. Ada yang punya masalah pribadi tentang keluarga dimintakan
penyelesaian pada seorang kyai atau bahkan dimintakan jampi spiritual pada
tetua masyarakat, dianggapnya sebagai dukun (psikiater sekarang). Karena
berpandangan bahwa orang-orang seperti tersebut di atas dipandang lebih
memiliki kemapuan dengan keberadaan jabatan atau strata sosial yang dimiliki
seseorang.
Hal ini seperti
juga pernyataan-pernyataan yang dituahkan oleh suatu badan atau orang tertentu yang
dianggap memiliki suatu kewibawaan, petuah orang tua, tokoh masyarakat,
pembicaraan rapat, seminar yang sering diterima oleh masyarakat. Karena hal ini
sudah menjadi suatu culture masyarakat yang sudah dari turun temurun.
Dipertegas dalam hal ini adalah berpatokan pada orang yang dianggap bijak.
C. Pendekatan intuitif / insting
Dalam pendekatan
ini seseorang yang memiliki suatu permasalahan dengan tanpa disengaja untuk
berusaha memecahkannya, namun tanpa disadari dengan pemikiran tiba-tiba
dibenaknya dengan indera keenamnya muncul suatu gagasan atau pemecahan
persoalan yang dialaminya. Tapi perlu digaris bawahi, bahwa pendekatan ini
murni intuitif tanpa melalui suatu proses pemikiran yang panjang.
D. Pendekatan trial and error
Dalam pendekatan
trial and error manusia tidak selalu pasif sebagaimana dalam pendekatan
kebetuan, akan tetapi lebih aktif. Manusia selalu mencoba, mencoba dan mencoba.
Disini seseorang saat bertindak dalam melaksanakan suatu percobaan, selalu
mengarah pada suatu pengulangan percobaan dan untuk perbaikan-perbaikan usaha
yang sebelumnya. Atau dengan kata lain Winarno surakhmad (1982 : 22)
menyebutnya dengan “Approximation and Correction” yang berarti percobaan yang
menyusul senantiasa mengandung unsur-unsur koreksi atau perbaikan yang memberikan
hasil suatu pengalaman yang bertambah. Karena sifat itulah trial and error
sebagai salah satu pendekatan dari upaya seseorang dalam mencari suatu
kebenaran. Adanya unsur spekulasi dalam menetapkan, hingga peneliti peneliti
sendiri kadang merasa kurang yakin atas kebenaran. Dilaksanakan dengan harapan,
mudah-mudahan berhasil dalam pemecahannya.
E. Pendekatan deduktif / analitik atau menggunakan teori koherensi
Keuntungan besar
sebagai makluk yang memiliki suatu kemampuan berpikir dan bernalar dengan akal
pikirannya, dibanding dengan makluk yang lain. Sejarah pendapatan telah
membuktikan betapa besar sumbangan dari pemikiran manusia untuk meningkatkat
taraf hidup dan kesejahteraan umat manusia. Dalam hal ini diperlukan suatu
tingkat kecerdasan oleh seseorang untuk atau dalam memprediksi suatu pemecahan
permasalahan secara logis dan sistematis.
Peradaban lalu
bahkan sampai sekarang karya pemikiran seseorang dikem-bangkan dalam suatu
metoda. Hingga lebih logis dan bisa dipertanggungjawab-kan tingkat kebenarannya.
Dalam hal demikian maka diperlukan suatu kemam-puan dan daya pikir yang kritis
serta pengalaman-pengalaman yang banyak. Sebenarnya disain yang dirancang dalam
hal ini sebagai awal mula dari suatu penyelidikan, bahwa manusia sudah mulai
berupaya untuk mencari jalan pemecahan yang sebaik-baiknya. Pemikiran inilah
yang pada akhirnya dinama-kan pendekatan deduktif.
Kebenaran dalam
pendekatan deduktif sangat mengandalkan dari dasar pemikiran sebelumnya yang
sudah diterima oleh khalayak (umum),
dan sesuai dengan kemampuan daya nalar dan pengetahuan seseorang. Dasar
pemikiran yang benar, yang didukung oleh pengetahuan dan kemampuan berpikir
seseorang secara analitis dan sistematis untuk memperoleh suatu kebenaran
pengetahuan. Pemikiran deduktif selalu berdasar pada pengalaman-pengalaman dan
perluasan suatu pengetahuan yang sebelumnya. Dan metoda ini sebagai suatu
penghubung antara teori dengan
pengamatan, kalau berpikir demikian memungkinkan peneliti menarik suatu kesimpulan
berdasar teori yang sudah ada tentang suatu fenomena yang harus diamati.
Deduksi dari
teori dapat menghasilkan suatu hipotesis, sebagai suatu yang sangat penting
dalam penyelidikan ilmiah. Kesimpulan seperti ini benar, bila yang menjadi
dasar teori juga benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dasar pemikiran dalam
pendekatan deduktif harus diketahui terlebih dahulu dan dinyatakan benar. Jadi
teori ini pula dikenal sebagai teori koherensi yang menya-takan sesuatu
dikatakan benar apabila tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya.
Pada akhirnya
dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa berfikir deduktif merupakan suatu proses
berfikir yang bertolak dari dasar-dasar pengetahuan umum (logika berfikir /
penalaran) dan menarik suatu kesimpulan atas dasar pernyataan-pernyataan
tersebut menjadi suatu kebenaran.
Kemudian pada
cara pendekatan deduktif yang dimulai dari suatu kesimpulan, suatu perumusan
yang logis dan konsisten dalam pikiran manusia untuk kemudian di uji dalam
perbagai peristiwa. Apabila teruji maka panjanglah umur dari pemikiran itu,
tetapi apabila tidak teruji maka akan diganti oleh perumusan pemikiran yang
lain.
Dalam hubungannya
dengan ini orang sering mengatakan, bahwa pendekatan deduktif merupakan proses
berpikir yang bertolak dari dasar pengetahuan yang umum atau dengan dalil-dalil
yang umum, kemudian untuk membahsa hal-hal yang khusus.
F. Pendekatan induktif / sintetik atau teori korespondensi
Francois Bacon
(1561-1626) dalam arief Furchan (1982 : 23) menghendaki, bahwa para pemikir
hendaknya tidak merendahkan diri begitu saja dengan menerima premis
(pernyataan) orang yang punya otoritas sebagai kebenaran mutlak. Ia yakin bahwa
seseorang penyelidik dapat membuat suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta
yang dikumpulkan melalui suatu pengamatan langsung dan meneruskan dengan menggeneralisasikan
dari hasil-hasil pengamatan setelah melaui suatu proses analisis.
Selanjutnya
berfikir induktif merupakan suatu proses berfikir yang bertolak dari
fakta-fakta yang dikumpulkan melalui suatu pengamatan dan merangkaikan
fakta-fakta tersebut menjadi suatu pengetahuan. Atau suatu cara berpikir dari
dasar-dasar pengetahuan yang khusus
dari hal-hal yang khusus untuk dijadikan dalil. Sedang teori korespondensi
dinyatakan bahwa sesuatu pernyataan itu dikatakan benar apabila didukung oleh
data-data empiris.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa dalam pendekatan deduktif, bahwa seseorang kurang bisa
mempercayai pengetahuan seseorang, karena pada dasarnya pengetahuan seseorang
itu berbeda-beda dalam kadar kemampuannya. Untuk itu justru fakta dari hasil
pengamatan langsung itu sebagai suatu kebenaran nyata.
G. Pendekatan ilmiah
Pendekatan ilmiah
yaitu merupakan perpaduan dari pada pendekatan / proses berfikir deduktif dan
induktif, yang mana dasardari mencari suatu kebenaran atas suatu permasalahan
bersumber pada logika berfikir / penalaran dan pada fakta-fakta empiris. Lionel Ruby dalam Setya Yuwana Sudikan (1983
: 21) berpenda-pat bahwa berpikir ilmiah tidak jauh berbeda dengan berpikir
biasa yang sekedar lebih hati-hati, metodis, dan terartur. Cara berpikir yang
berguna bila kita menghadapi persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Pada
umumnya orang berpikir dengan cara analitis-deduktif lebih dulu sampai dapat
disusun suatu hipotesa, kemudian baru berpikir secara sinthetis-induktif.
Penyelidikan
ilmiah ini yang dalam mencari kebenaran didasarkan atas kaedah-kaedah imiah
(teratur, logis dan sistematis) dan didasarkan pula atas suatu metoda
penyelidikan. Yang mana penyelidikan merupakan suatu penyaluran hasrat ingin
tahu manusia dalam taraf keilmuan. Dalam hal ini manusia telah berhasil
menerangkan berbagai gejala yang merupakan dan menunjukkan suatu hubungan
sebab-akibat. (Winarno Surakhmad, 1982 : 26)
Dalam suatu
metode penyelidikan ilmiah kesimpulan bisa diyakini kebenaran apabila telah
dibuktikan dan didukung oleh suatu pemikiran dan fakta-fakta empiris yang
dikumpulkan secara sistematis, jelas dan terkontrol. Jadi tidak lain merupakan
suatu upaya manusia dalam memecahkan persoalan secara sistematis, logis dan
yang bisa dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Pada ini pula diperlukan
suatu sifat-sifat penyelidikan ilmiah yang dipandang sebagai hukum, kaedah,
dalil ataupun generalisasi dari suatu fenomena yang kongkrit terhadap suatu
bidang yang diselidiki (parameter).
Seseorang berusaha mencari suatu perumusan tentang berbagai pengertian hubungan
sebab akibat ataupun per-bandingan diantara fenomena-fenomena dalam
penyelidikannya.
Penyelidikan
adalah bentuk khusus dari metode ilmiah, dimana kegiatan ilmiah ini berupaya
mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber data yang bisa diperoleh. Hal
ini dengan berdasar pada suatu tujuan penulisan dan perumusan masalah
penelitian, yaitu untuk mengadakan suatu prediksi terhadap suatu fenomena
penyelidikan.
Penyelidikan
ilmiah menggunakan teknik dan metode-metode yang dengan kaedah-kaedah yang
teratur dan sitematik. Pemecahan masalah didasarkan atas suatu pemikiran dan
pengetahuan serta ditunjang oleh penyelidikan terhadap fakta-empiris dengan
cara-cara yang sistematis dan obyektif.
Penyelidikan ini
berdasar pula, bahwa pendekatan deduktif dan induktif merupakan ciri
penyelidikan ilmiah, modern dan yang dianggap sebagai suatu metode yang paling
dapat dipercaya guna memperoleh suatu pengetahuan. Pendekatan ilmiah sebagai
suatu proses penyelidikan secara induktif bertolak dari pengamatan menuju
hipotesis, kemudian secara deduktif penelitian berangkat dari hipotesis ke
implikasi logis hipotesis tersebut.
Pendekatan ilmiah
sering disebut sebagai suatu cara menguji kebenaran melaui cara berpikir kritis
dan empiris, yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan pemikiran yang
logis dan matematis, yang sama sekali berlawanan dengan dasar-dasar otoritas
seperti diuraikan di atas.
Sedangkan istilah
karya ilmiah digunakan untuk sebuah tulisan yang mendalam sebagai hasil
mengkaji dengan metode ilmiah. Dalam hal ini bukan berarti bahwa tulisan itu
berupa hasil penelitian ilmiah saja. Tetapi tulisan-tulisan yang mengkaji dari
suatu teori yang dituangkan melalui suatu konsep pemikiran yang mendalam dan
metodologis dapatlah dikatakan karya ilmiah. Sedangkan karya tulis dimaksudkan
untuk menyatakan suatu konsep pemikiran yang disusun berdasarkan ide penulisnya
yang diperkuat oleh data serta pernyataan dan gagasan orang lain, bahkan
kadang-kadang penulis hanya mengkombinasikan pendapat dari banyak orang, serta
didukung oleh informasi yang diolah dalam bentuk baru dan utuh. (Setya Yuwana Sudikan, 1983 : 1).
Selanjutnya Setya
Yuwana Sudikan (1983 : 1) menjelaskan tentang ciri karya tulis yang disusun
berdasarkan metode ilmiah ialah keobyektifan pandangan yang dikemukakan, dan
kedalaman makna yang disajikan. Keobektifan dan kedalaman makna, itu merupakan
dua hal yang senantiasa diusahakan agar tulisan-tulisan dapat dirasakan ilmiah.
Sebuah tulisan akan dirasakan ilmiah apabila tulisan itu mengandung kebenaran
secara oyektif, karena didukung oleh informasi yang sudah teruji kebenarannya
dan disajikan secara mendalam tersebut, berkat penalaran dan analisa yang mampu
menukik ke dasar masalah. Tulisan ilmiah akan kehilangan keilmiahannya apabila
yang dikemukakan ilmu (teori dan fakta) pengetahuan saja, yang sudah diketahui
oleh umum dan berulang kali dikemukakan.
Dalam penerapan
pendekatan ilmiah secara umum dalam pengembangan ataupun penemuan suatu
pengetahuan baru, memiliki suatu ciri-ciri :
- Sistematis
Artinya dalam pelaksanaan
penyelidikan dilaksanakan menurut pola-pola tertentu yang telah ditetapkan dari
yang sederhana sampai dengan yang komplek untuk mencapai tujuan yang lebih
efektif dan efisien.
- Berencana
Artinya dilaksanakan dengan
adanya unsur kesengajaan dan sebelumnya telah dipikirkan langkah-langkah
pelaksanaannya.
- Mengikuti konsep ilmiah
Artinya mulai dari awal
sampai akhir kegiatan mengikuti cara-cara yang sudah ditentukan, yaitu prinsip
memperoleh ilmu pengetahuan.
Adapun Prosedur
tersebut secara garis besar suatu pemikiran yang bersifat reflektif dengan
prosedur penelitian yang bersifat obyektif meliputi suatu kegiatan :
- Perumusan masalah dan tujuan penelitian
- Penetapan postulat dan hipotesis
- Penetapan metode kerja
- Pengumpulan data
- Pengolahan data
- Penyimpulan penyelidikan, serta
Publikasi hasil-hasil penyelidikan (Winarno surakhmad, 1982 : 28)
Permasalahan
penelitian menjadikan pijakan dan fokus sentral daripada pelaksanaan suatu
penelitian. Dari masalah yang ada melalui suatu pemikian refektif dari masalah
yang ada dibatasi dan durumuskan permasalahan dan tujuan penelitian. Baru
setelah itu diajukan hipotesis sebagai implikasi daripada pendekatan deduktif.
Meski hipotesis masih merupakan dugaan sementara, namun perlu didukung oleh
perbagai logika berpikir atau daya pemikiran seseorang serta suatu kajian teori
yang relevan dengan suatu konsep variabel yang dijadikan unit analisisnya.
Untuk membenarkan
atau menolak hipotesis dalam pendekatan ilmiah diperlukan pengumpulan data-data
atau fakta-empiris. Hal ini sebagai implementasi dari pendekatan induktif, yang
mana berkaitan dengan kegiatan pengumpulan data., perlu ditentukan apa yang
menjadi metode dan disain penyelidikannya dan yang menjadi teknik sampel serta
teknik pengumpulan data.
Sesuai dengan
pendekatan statistik, setelah data terkumpul, maka data perlu di olah pada
tingkat awal yaitu tabulasi data, dicari median dan deviasi standarnya.
Kemudian data disajikan dalam bentuk grafik atau distribusi frekuensi, hal ini
sebgai analisis didalam pendekatan statistik deskriptif. Setelah kegiatan ini
data yang sudah dalam bentuk matang, dengan pendekatan penelitian kuantitatif
atau kualitatif data di analisis. Kuantitatif di analisis dengan menggunakan
statistik inferensial, yang semua ini dilakukan untuk memperoleh suatu
kesimpulan (implikasi) penelitian. Baru kemudian hasilnya perlu di
intepretasikan, hal ini berkaitan dengan upaya mempu-blikasikan hasil-hasil
penelitian. Analisis data diperlukan juga untuk membuktikan hipotesis, yaitu
apakah hipotesis sesuai dengan kenyataan-empiris atau sebaliknya. Dan bilamana
sesuai maka dapat dijadikan sebagai kebenaran ilmiah. Namun bila sebaliknya
maka dengan itu ditolak pada traf kepercayaan / signifikansi tertentu. Oleh
karena itu maka perlu dilihat kembali, apa ada kesalahan secara metodologis
dalam pelaksanaan penyelidikan. Bila yang terjadi demikian maka hasil
penelitian menjadi fatal, harus diberikan alasan-alasan penolakan suatu
hipotesis dengan atau secara metodologis dan bisa dipertanggungjawabkan sesuai
dengan pemikiran dan daya nalar/rasio seseorang.
Sumber :
Soemarsono, M.Pd. : 1997, disampaikan dalam suatu makalah seminar metodologi
penelitian.
Seperti bahasan
di atas, bahwasannya penyelidikan ilmiah itu bertujuan untuk menemukan suatu
pengetahuan yang baru, baik dalam arti pengujian suatu teori, pengembangan
suatu teori atau bahkan menemukan suatu teori yang baru. Dalam menemukan teori
perlu adanya suatu pendekatan deduksi yang bisa dipertanggung-jawabkan secara
logika, yang kemudian dari jawaban dari permasalahan itu meru-pakan suatu
hipotesis.
Kebenaran
hipotesis perlu diadakan suatu observasi guna pengumpulan data melalui suatu
instrumen penelelitian, dengan menggunakan suatu parameter atau sampel
penelitian. Setelah data terkumpul melalui pengukuran variabel yang menjadi
unit analisis dalam penelitian, kemudian disederhanakan melalui analisis data
dari informasi yang diperoleh. Baru setelah itu dengan taraf signifikansi yang
telah ditetapkan, hipotesis yang di uji untuk menentukan apakah hipotesis akan
ditolak atau akan diterima. Setelah itu hasil penyelidikan diperlu kan untuk
digeneralisasikan pada parameter. Dalam hal penyusunan suatu konsep atau
proposisi, sebagai inti dasar atau transpormasi logika yang berupa konsep
menjadi suatu teori-baru, yaitu teori yang diperoleh memalui suatu penyelidikan
ilmiah.
Keterbatasan-keterbatasan
pendekatan ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial.
Meskipun
menggunakan penerapan pendekatan ilmiah dalam mengkaji suatu masalah-masalah
dibidang pendidikan dan sosial. Namun karena ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu
sosial sesuai dengan sifat dan karakteristik suatu variabel, maka hasil dari penyelidikan bidang ilmu-ilmu sosial belum
bisa menggeneralisasikan dari penelitian pada parameter dengan atau taraf
signifikansi yang titetapkan.
Keterangan-keterangan
dan karakteristik pada ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial hanyalah
diasumsikan keberadaannya untuk menunjang suatu konsep hipotesis penelitian.
Penggunaan pendekatan ilmiah belum merupakan indikator yang memadai bagi
kegiatan ilmiah. Ada beberapa keterbatasan dalam penerapan pendekatan ilmiah
dalam pengajian ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial :
1. Kepelikan masalah
Hambatan pelaksanaan
penyelidikan tentunya pada kepelikan dari pada masalah ilmu-ilmu sosial itu
sendiri. Dalam ilmu alam dihadapkan pada gejala-gejala fisik dan biologi yang
aktual, sedang dalam ilmu sosial berhadapan dengan gejala-gejala tingkah laku
dan yang berkaitan dengan kondisi dan sifat-sifat sosial-masyarakat. Hal
demikian sulit untuk ditemukan pengukuran yang betul-betul kongkrit. Karena
pada dasarnya dari sifat-sifat manusia itu sendiri yang selalu berubah. Dalam
ilmu-ilmu sosial hanya bisa dirumuskan sejauh mana hubungan-hubungan antara
gejala-gejala itu.
2.
Kesukaran dalam pengamatan
Pengukuran ilmu-ilmu sosial
lebih sulit dibanding dengan ilmu alam. Hal demikian, jelas adanya unsur
subyektivitas dari peneliti ataupun dari unsur subyek penelitian sendiri.
Sehingga memerlukan suatu intepretasi sendiri dalam menafsirkan suatu
kesimpulan yang subyektif pada saat menetapkan tingkah laku yang telah diamati.
3.
Kesukaran dalam replikasi
Dalam ilmu alam apabila akan
diadakan suatu pengulangan penelitian, akan diperoleh suatu hasil yang sama
(reliabel). Karena yang menjadi sifat-sifat dari pada ilmu alam lain dengan
ilmu-ilmu sosial. Pengulangan penelitian tidak akan mendapatkan hasil yang sama
dengan sebelumnya, karena selalu berubah dan adanya unsur subyektivitas dari
pada peneliti. Dan hal ini, bahwa fenomena-fenomena sosial adalah
kejadian-kejadian yang tidak dapat diulangi untuk tujuan pengamatan.
4.
Interaksi antara pengamatan dan subyek
Hubungan dan sifat-sifat
karakteristik sosial diantara atau pada seseorang sulit dipisahkan, hingga
pengamatan dalam ilmu-ilmu sosial itu juga sulit untuk mendapatkan data yang
betul-betul obyektif (validitas). Karena dengan adanya pengamatan itu, justru
adanya suatu pembatasan-pembatasan dalam institusi dan sifat-sifat sosial dari
pada masyarakat. Peneliti tidak bisa menghasilkan kesimpulan yang pasti, tetapi
paling tidak mendalami atau mendekati suatu kebenaran ilmiah, namun masih semu.
5.
Kesuakaran dalam pengendalian
Selain variabel utama ada
variabel pengendalian, variabel yang disebut terakhir ini sulit dipisahkan
sebagaimana dalam ilmu-ilmu alam atau ilmu pasti. Maka dalam hal hasil
penelitian ilmu sosial ini hanya bisa di dapat suatu konklusi-konklusi yang
bisa dipertanggungjawabkan secara sosial juga. Hanya saja diperlukan suatu
kegiatan dalam mengidentifikasi dan mengen-dalikan permasalahan serta
variabel-veriabel lain yang sangat
banyak, namun berpengaruh terhadap variabel penyelidikan.
6.
Masalah pengukuran
Alat ukur atau instrumen
untuk ilmu-ilmu sosial dipandang kurang sempurna dibandingkan dengan alat ukur
ilmu alam, yang ada kepastian pengukuran yang kongkrit. Apalagi didukung oleh
pemahaman tingkah laku manusia yang rumit dan interaksi pada variabel-variabel
sendiri. Untuk itu peran statistik dalam ilmu-ilmu sosial kurang bisa
dipertanggungjawabkan, bila dalam penyusunan alat ukur atau instrumen tidak
memperhatikan aturan-aturan atau kriteria pembuatannya (validitas logis), dan
tidak mengikuti kaedah-kaedah penyelidikan yang dibakukan. Akan tetapi dari
segi logika pemikiran yang dihubungkan dalam gambaran-gambaran atau deskriptif
teoritis melalui suatu pemikiran lebih bisa dipertanggungjawabkan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.